GURU
PROFESIONAL
Pembicaraan
tentang profesionalisme guru tidak bisa lepas dari pentingnya guru yang
professional. Menurut Rice dan Bishopirick (1971), guru professional adalah
guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya
sehari-hari. Profesionalisasi guru oleh kedua pasangan penulis tersebut
dipandang sebagai suatu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance)
menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari
diarahkan oleh orang lain (other-directedness) menjadi mengarahkan diri
sendiri.
Glickman (1981)
menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara professional bilamana orang
tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation).
Maksudnya, seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki
kemampuan kerja yang tinggi dan kesungsuhan hati untuk mengerjakan pekerjaannya
dengan sebaik-baiknya. Seorang guru dapat dikatakan profesional bilamana
memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja
tinggi (high level of commitment).
2. Pengertian Profesi.
Secara etimologi profesi dari kata profession yang berarti pekerjaan. Professional artinya orang yang ahli
atau tenaga ahli. Professionalism
artinya sifat professional.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah
profesionalisasi ditemukan sebagai berikut: Profesi adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan
sebagainya) tertentu. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2)
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan adanya
pembayaran untuk melakukannya. Profesionalisasi adalah proses membuat suatu
badan organisasi agar menjadi profesional[2].
Profesionalitas adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap
para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan
keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan
demikian, profesionalitas guru adalah
suatu “keadaan” derajat keprofesian seorang guru dalam sikap, pengetahuan, dan
keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran
agama Islam. Dalam hal ini, guru
diharapkan memiliki profesionalitas keguruan yang memadai sehingga mampu
melaksanakan tugasnya secara efektif.
Secara istilah profesi biasa diartikan sebagai
suatu bidang pekerjaan yang didasarkan pada keahlian tertentu. Hanya saja tidak
semua orang yang mempunyai kapasitas dan keahlian tertentu sebagai buah
pendidikan yang ditenpuhnya menempuh kehidupannya dengan keahlian tersebut,
maka ada yang mensyaratkan adanya suatu sikap bahwa pemilik keahlian tersebut
akan mengabdikan dirinya pada jabatan tersebut.
Ahmad Tafsir memberikan pengertian
profesionalisme sebagai paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus
dilakukan oleh orang yang professional.[3]
Sudarwan Danim merujuk pendapat Howard M.
Vollmer dan Donald L. Mills berpendapat bahwa profesi adalah suatu pekerjaan
yang menuntut kemampuan intelektual
khusus yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan
untuk menguasai ketrampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis
pada orang lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.[4]
Profesional menurut rumusan Undang-Undang
nomor 14 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 ayat 4 digambarkan sebagai pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu
dan norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[5]
Dari berbagai pengertian di atas
tersirat bahwa dalam profesi digunakan teknik dan prosedur intelektual yang
harus dipelajari secara sengaja, sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan
orang lain. Dalam kaitan ini seorang pekerja profesional dapat dibedakan dari
seorang pekerja amatir walaupun sama-sama menguasai sejumlah teknik dan
prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional memiliki filosofi untuk
menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya.[6]
3.
Syarat-syarat Profesi.
Menurut Syafrudin Nurdin kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut
sebagai profesi, adalah :[7]
a.
Panggilan hidup yang sepenuh waktu
b.
Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian
c.
Kebakuan yang universal
d.
Pengabdian
e.
Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
f.
Otonomi
g.
Kode etik
h.
Klien
i.
Berperilaku
pamong
j.
Bertanggung
jawab, dan lain sebagainya.
Sementara Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa kriteria/syarat untuk sebuah pekerjaan yang bisa
disebut profesi, adalah:
a.
Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus.
b.
Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan
hidup.
c.
Profesi memiliki teori-teori yang baku secara
universal.
d.
Profesi adalah diperuntukkan bagi masyarakat.
e.
Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan
diagnostic dan kompetensi aplikatif.
f.
Pemegang profesi memegang otonomi dalam melakukan
profesinya.
g.
Profesi memiliki kode etik.
h.
Profesi miliki klien yang jelas.
i.
Profesi memiliki organisasi profesi.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Pasal 39
(ayat 2) jabatan guru dinyatakan sebagai jabatan professional. Teks lengkapnya
sebagai berikut:
“Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”[9].
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal
7 ayat 1, prinsip profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut[10]:
a.
Memiliki bakat, minat, panggilan, dan idealisme.
b. Memiliki kualifikasi
pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
c. Memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
d. Memiliki ikatan
kesejawatan dan kode etik profesi.
e. Bertanggung jawab
atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
f. Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
g. Memiliki kesempatan
untuk mengembangkan profesi berkelanjutan.
h. Memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan.
i. Memiliki organisasi
profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
keprofesian.
4.
Urgensi
Profesionalisme dalam Pendidikan
Pada dasarnya profesionalisme dan sikap
professional itu merupakan motivasi intrinsik yang ada pada diri seseorang
sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya menjadi tenaga profesional.
Motivasi intrinsik tersebut akan berdampak pada munculnya etos kerja yang unggul (exellence) yang ditunjukkan dalam lima
bentuk kerja sebagai berikut:
a.
Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang
mendekati standar ideal. Berdasarkan kriteria ini, jelas bahwa guru yang memiliki profesional tinggi
akan selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan standar ideal akan
mengidentifikasikan dirinya kepada figur yang dipandang memiliki standar ideal.
b.
Meningkatkan dan memelihara citra profesi. Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh
besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara citra profesi
melalui perwujudan perilaku profesional. Perwujudan dilakukan melalui berbagai
cara, penampilan, cara bicara, penggunaan bahasa, postur, sikap hidup
sehari-hari, hubungan antar pribadi, dan sebagainya.
c.
Memanfaatkan setiap kesempatan pengembangan
profesional. Berdasarkan kriteria ini, para guru diharapkan selalu berusaha mencari dan
memanfaatkan kesempatan yang dapat mengembangkan profesinya. Berbagai
kesempatan yang dapat dimanfaatkan antara lain: (a) mengikuti kegiatan ilmiah
seperti lokakarya, seminar, dan sebagainya, (b) mengikuti penataran atau
pendidikan lanjutan, (c) melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat,
(d) menelaah kepustakaan, membuat karya ilmiah, serta, serta (e) memasuki
organisasi profesi.
d.
Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi. Hal ini mengandung makna bahwa profesionalisme
yang tinggi ditunjukkan dengan adanya upaya untuk selalu mencapai kualitas dan
cita-cita sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Guru yang memiliki
profesionalisme tinggi akan selalu aktif dalam seluruh kegiatan dan perilakunya
untuk menghasilkan kualitas yang ideal. Secara kritis, ia akan selalu mencari
dan secara aktif selalu memperbaiki din untuk memperoleh hal-hal yang lebih
baik dalam melaksanakan tugasnya.
e.
Memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Profesionalisme ditandai dengan kualitas
derajat kebanggaan akan profesi yang dipegangnya. Dalam kaitan ini, diharapkan
agar para guru memiliki rasa bangga dan percaya diri akan profesinya. Rasa
bangga ini ditunjukkan dengan penghargaan akan pengalamannya di masa lalu,
berdedikasi tinggi terhadap tugas-tugasnya sekarang, dan meyakini akan potensi
dirinya bagi perkembangan di masa depan.
UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menempatkan kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sangat urgen karena berfungsi untuk meningkatkan martabat
guru sendiri dan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ini tertera pada pasal
4: “Kedudukan guru sebagai tenaga
professional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional”.
Selanjutnya Pasal 6 menyatakan tujuan menempatkan guru sebagai tenaga professional
yaitu:
“Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
Guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendididkan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuktikan
dengan sertifikat pendidik (Bab II, Pasal 2).
Kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab (Bab II, Pasal 6).
5.
Pengertian Profesionalitas Guru PAI
Profesionalitas guru PAI
adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para guru PAI terhadap profesinya
serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan
tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas guru PAI lebih
menggambarkan suatu “keadaan” derajat keprofesian setiap guru PAI untuk bangkit
menggapai sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan
tugasnya dalam pembelajaran bidang studi PAI. Dalam hal ini, guru PAI
diharapkan memiliki profesionalitas keguruan yang memadai sehingga mampu
melaksanakan tugasnya secara efektif.
Para guru PAI secara bertahap diharapkan akan mencapai suatu
derajat kriteria profesional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, PP 74 Tahun 2008 dan Permendiknas Nomor 16
Tahun 2007, yaitu berpendidikan akademik S-1 atau D-IV dan telah lulus uji
kompetensi melalui proses sertifikasi. Setelah dinyatakan layak
akan mendapatkan sertifikat pendidik sebagai bukti pengakuan profesionalitas
guru PAI tersebut. Pada dasarnya, profesionalisasi guru PAI merupakan suatu
proses berkesinambungan melalui berbagai program pendidikan, baik pendidikan
prajabatan (preservice training) maupun pendidikan dalam jabatan (in-service
training) agar para guru PAI benar-benar memiliki profesionalitas yang
standar.
Berdasar UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
juga Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008, standar kompetensi guru merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PP
74/2008 meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi. Empat kompetensi guru tersebut bersifat
holistik, artinya merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait. Khusus untuk guru PAI berdasar
Permenag Nomor 16/2010 pasal16 ditambah satu kompetensi lagi yaitu kompetensi
kepemimpinan.
Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada
Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:
a.
pemahaman karakteristik peserta didik
dari aspek fisik, moral, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual;
b.
penguasaan teori dan prinsip belajar
pendidikan agama;
c.
pengembangan kurikulum pendidikan
agama;
d.
penyelenggaraan kegiatan pengembangan
pendidikan agama;
e.
pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan agama;
f.
pengembangan potensi peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki dalam bidang pendidikan
agama;
g.
komunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan peserta didik;
h.
penyelenggaraan penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar pendidikan agama;
i.
pemanfaatan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran pendidikan agama; dan
j.
tindakan reflektif untuk peningkatan
kualitas pembelajaran pendidikan agama.
Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor
16/2010 ayat (1) meliputi:
a.
tindakan yang sesuai dengan norma
agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia;
b.
penampilan diri sebagai pribadi yang
jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
c.
penampilan diri sebagai pribadi yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa;
d.
kepemilikan etos kerja, tanggung
jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; serta
e.
penghormatan terhadap kode etik
profesi guru.
Kompetensi Sosial sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor
16/2010 ayat (1) meliputi:
a.
sikap inklusif, bertindak objektif,
serta tidak diskriminatif berdasarkan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi;
b.
sikap adaptif dengan lingkungan sosial
budaya tempat bertugas; dan
c.
sikap komunikatif dengan komunitas
guru, warga sekolah dan warga masyarakat.
Kompetensi Profesional sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor
16/2010 ayat (1) meliputi:
a.
penguasaan materi, struktur, konsep,
dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran pendidikan agama;
b.
penguasaan standar kompetensi dan kompetensi
dasar mata pelajaran pendidikan agama;
c.
pengembangan materi pembelajaran mata
pelajaran pendidikan agama secara kreatif;
d.
pengembangan profesionalitas secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif; dan
e.
pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Kompetensi kepemimpinan sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor
16/2010 ayat (1) meliputi:
a.
kemampuan membuat perencanaan
pembudayaan pengamalan ajaran agama dan perilaku akhlak mulia pada komunitas
sekolah sebagai bagian dari prosespembelajaran agama;
b.
kemampuan mengorganisasikan potensi
unsur sekolah secara sistematis untuk mendukung pembudayaan pengamalan ajaran
agama pada komunitas sekolah;
c.
kemampuan menjadi inovator,
motivator, fasilitator, pembimbing dan konselor dalam pembudayaan pengamalan
ajaran agama pada komunitas sekolah; serta
d.
-kemampuan menjaga, mengendalikan, dan
mengarahkan pembudayaan pengamalan ajaran agama pada komunitas sekolah dan
menjaga keharmonisan hubungan antar pemeluk agama dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
[1] John M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1990), 449
[2]Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 897.
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 107
[4] Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010),
56.
[5] Sekretariat Negara, UURI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
[6] Syafruddin Nurdin, Guru Profesional
& Implementasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Ciputat
Press, 2005), hal. 13-14
[7]. Ibid., hal. 14 – 15
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan...hal.108-112.
[9]Lihat: UURI
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS